This is default featured slide 1 title

Sumpah Palapa Gajah Mada.

Situs Gunung Padang

Situs Gunung Padang yang Diakui Oleh orang Arab Sebagai Piramida Padahal Sejatinya Itu Adalah Situs Peninggalan hindu.

Save Trowulan

Jaga Situs Kota trowulan Sampai Titik Darah penghabisan. Satukan Kembali Nusantara

Pulau Bali

Pulai Bali telah Menjadi Pusat Hindu Dunia

Save Bali

Jaga Bali. Jangan Biarkan Mereka Merusak Mengatasnamakan Agama.

Tuesday, 15 April 2014

NASKAH QURAN KUNO SANA’A DAN RUNTUHNYA KLAIM KEILAHIAN QURAN

Hindu Dharma,
NASKAH QURAN KUNO SANA’A DAN RUNTUHNYA KLAIM KEILAHIAN QURAN

Umat Muslim sering mengatakan bahwa baik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru telah mengalami perubahan yang serius. Mereka mengatakan bahwa agar Kitab Suci tetap otoritatif, kitab itu harus dipertahankan tanpa perubahan sama sekali, dan menunjukan bahwa Al Qur'an, dengan klaim bahwa Allah telah mengungkapkan kata demi kata dan huruf demi huruf kepada Muhammad. Quran mengklaim, “Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar”(QS 10:64) dan, “Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah” ( QS 6:34).

Tapi kemudian sejarah Quran memperlihatkan sisi konyolnya dengan doktrin abrogasi atau pembatalan, dimana Allah membatalkan wahyu yang sebelumnya, seperti dalam QS (2:106) yang menegaskan, 'wahyu ... Kami batalkan atau menyebabkan untuk dilupakan'. Juga, sebuah hadis dari Sahih Bukhari (6:558) membenarkan bahwa Muhammad lupa banyak ayat. Sekali lagi Sunaan ibn Majah, (3: 1944) mencatat bahwa setelah kematian Muhammad beberapa wahyu dimakan oleh seekor kambing. Bagaimana kata-kata ilahi dapat dimakan, diubah, dibatalkan atau dihapuskan, meskipun konon ada klaim khusus Allah di QS 10:64 & 6:34? Kalau begitu Allah telah kalah dengan kambing dan sifat lupa manusia !

Tidakkah semua klaim Allah ini mengandung kontradiksi dalam dirinya sendiri? Tapi luar biasa; fakta yang meluluh-lantakkan ini sama sekali tidak mengganggu Muslim sama sekali. Mungkin, jika kita dapat menghadirkan Quran lain yang "otentik" yang berbeda dari bentuk standar yang ada, Muslim akan mulai berpikir logis.

Fakta kebenaran yang meluluh-lantakkan itu adalah ditemukannya sejumlah besar naskah Quran kuno dari abad pertama Hijrah, yang ditemukan di Masjid Agung Sana'a (Yaman) yang secara signifikan berbeda dari Quran Standar saat ini. Sistem penanggalan karbon menegaskan bahwa naskah Qur'an ini bukan hasil pemaksaan otoritas-otoritas agama yang saling bersaing saat itu, yaitu Kilafah Usman dkk. Apalagi naskah Qur'an ini ditemukan oleh para pekerja bangunan yang beragama Islam. Jadi tidak perlu ada kecurigaan bahwa ini adalah suatu konspirasi dll.

Mungkin ini adalah peristiwa paling memalukan dalam sejarah Islam dalam 14 abad ini.

Masjid Agung Sana'a adalah salah satu Mesjid tertua dalam sejarah Islam. Tanggal pembangunannya bisa dilacak sampai ke tahun 6 Hijrah ketika, menurut Tradisi Muslim, salah seorang Sahabat Muhammad dipercayakan untuk membangun Masjid di Yaman, yang kemudian diperpanjang dan diperbesar oleh penguasa Islam dari waktu ke waktu.

Pada tahun 1972, selama restorasi ini Masjid Agung (hujan deras menyebabkan dinding barat Masjid runtuh), buruh yang bekerja di ruang mahkota antara struktur atap dalam dan luar, terantuk ke sebuah gundukan seperti kuburan. Karena ketidaktahuan, selama ini mereka tidak menyadari. Masjid biasanya tidak mengakomodasi kuburan, dan situs ini tidak mengandung batu nisan, tidak ada sisa-sisa manusia dan tidak ada peninggalan pemakaman. Ternyata isinya tidak lebih dari segunung perkamen dan kertas-kertas tua tidak menarik, buku-buku rusak dan halaman-halaman lepas teks-teks bahasa Arab, menyatu bersama-sama oleh hujan dan kelembaban selama lebih dari seribu tahun.

Para buruh yang tidak mengerti kemudian mengumpulkan naskah-naskah itu dan mem-press-kannya dengan ceroboh ke dalam 20 karung kentang, dan meletakkannya ke sebelah tangga di salah satu menara Masjid. Manuskrip itu tadinya akan sama sekali terlupakan kalau bukan Qadhi Isma'il al-Akwa, yang nantinya menjadi Presiden Yaman Antiquities Authority, menyadari pentingnya naskah-naskah tersebut. Al-Akwa kemudian mencari bantuan internasional untuk memeriksa dan melestarikan fragmen-fragmen tersebut, karena tidak ada sarjana di negaranya mampu mengolah data pada temuan besar ini. Pada tahun 1977, ia berhasil menarik seorang sarjana non-Muslim mengunjungi Jerman, yang pada gilirannya membujuk pemerintah Jerman untuk mengatur dan menemukan sebuah proyek restorasi.

Segera setelah proyek dimulai, menjadi jelaslah bahwa "kuburan kertas" tersebut adalah adalah tempat peristirahatan bagi, antara lain, puluhan ribu fragmen dari hampir seribu naskah kuno yang berbeda dari Al Qur'an, kitab suci umat Islam. Otoritas Muslim selama hari-hari awal menghargai keyakinan bahwa salinan aus dan rusak Alquran harus dihapus dari peredaran hanya menyisakan edisi yang tak bercacat dari kitab suci untuk digunakan. Juga tempat yang aman seperti itu dibutuhkan untuk melindungi buku dari penjarahan atau kerusakan jika penyerbu datang. Dari sinilah ide dari kuburan di Masjid Agung di Sana'a, yang merupakan tempat belajar dan penyebaran Alquran yang berasal dari abad pertama Hijriah tersebut.

Restorasi naskah diorganisir dan disupervisi oleh Gerd R. Puin dari Saarland University, Jerman. Puin adalah spesialis kaligrafi Arab dan paleografi Alquran yang sangat terkenal (studi tentang tulisan kuno dan dokumen). Selama sepuluh tahun ia secara ekstensif memeriksa fragmen-fragmen perkamen berharga tersebut. Pada tahun 1985, rekannya HC Graf V. Bothmer bergabung dengannya.

Untuk usia bahasa perkamennya sendiri, pengujian Karbon-14 menanggalkan usia perkamen tesebut antara tahun 645 sampai 690 M. Namun usia sebenarnya mungkin agak lebih muda dari itu (di atas tahun 690), sebab C-14 memperkirakan tahun kematian dari suatu organisme (perkamen adalah kulit binatang), dan tidak diketahui berapa lama berselang antara proses dari pembuatan perkamen sampai saat penulisan akhir.

Namun dari gaya kaligrafi naskah itu menunjuk penanggalan antara tahun 710 s/d 715 M. Beberapa halaman perkamen tampaknya ditulis di abad ketujuh dan kedelapan, atau abad pertama dan kedua Islam. Mungkin ini adalah Al-Qur'an tertua yang kita miliki.

Pada tahun 1984, Dar al Makhtutat, atau Rumah Naskah, didirikan dekat dengan Masjid Agung, sebagai bagian dari proyek kerjasama antara otoritas Yaman dan Jerman. Sebuah usaha besar dimulai untuk merestorasi fragmen – fragmen Alquran. Antara 1983 dan 1996, sekitar 15.000 (dari 40.000 halaman) telah dipulihkan, khususnya 12.000 fragmen perkamen dan naskah berasal dari abad ketujuh dan kedelapan.

Sampai sekarang, hanya ada tiga salinan kuno Qur'an yang ditemukan. Yang disimpan di Perpustakaan Inggris di London, dengan penanggalan abad ke tujuh akhir dan dianggap yang tertua. Tapi manuskrip Sana'a bahkan lebih tua. Selain itu, manuskrip ini ditulis dalam naskah yang berasal dari Hijaz - wilayah Arab di mana Nabi Muhammad tinggal, yang membuat manuskrip ini tidak hanya yang paling tua yang bisa selamat, tapi salah satu salinan otentik awal Al-Qur'an yang pernah ada. Hijazi Arab adalah naskah (Mekah atau Madinah) di mana Al Qur'an yang paling awal ditulis. Meskipun potongan-potongan ini dari Al-Qur'an yang paling awal yang bisa ketahui , namun mereka juga hanyalah palimpsests (manuskrip di mana tulisan asli telah dihapus, dikupas, ditulis ulang dan ditimpa, tapi masih bisa digunakan kembali).

Gaya tulisan tangan yang halus dan langka serta artistik telah mempesona baik Puin dan temannya Bothmer, tetapi kejutan yang lebih besar menanti mereka. Ketika Qur'an kuno ini dibandingkan dengan standar yang ada pada saat ini, keduanya tertegun. Teks-teks kuno yang ditemukan ternyata bertentangan dengan bentuk Quran yang ada sekarang. Ada penyusunan ayat-ayat yang tidak sama, variasi tekstual yang kecil tapi sangat signifikan berbeda, ortografi (ejaan) yang berbeda dan hiasan artistik yang berbeda.

Tersebar dalam keyakinan Muslim ortodoks bahwa Al-Qur'an seperti yang telah sampai kepada kita hari ini benar-benar "Firman yang sempurna, abadi, dan tidak berubah Allah". Namun penemuan Quran kuno di Sana’a dan perbedaannya yang mencolok dengan Quran yang ada pada kita sekarang membuktikan bahwa Al-Qur'an telah diselewengkan, menyimpang, direvisi, dimodifikasi dan dikoreksi, dan perubahan tekstual telah terjadi selama bertahun-tahun murni oleh tangan manusia.

Aura suci di sekitar Kitab Suci Islam ini, yang katanya tetap utuh selama lebih dari 14 abad hilang dengan adanya penemuan yang menakjubkan ini. Dan keyakinan inti semiliar lebih Muslim bahwa Quran adalah firman Allah yang kekal dan tidak berubah Allah sekarang jelas terlihat sebagai besar pelebih-lebihan, tipuan dan kebohongan . Tidak hanya itu, klaim Al-Qur'an yang adalah kata-kata Allah yang tidak dapat berubah juga palsu. Al-Qur'an seharusnya, jika kita meminjam kata-kata dari Guillaume (1978, hal 74), "Ruang Maha Kudus, yaitu tempat dimana Tuhan “bertahta” tidak pernah harus berada di bawah buku-buku, tetapi selalu di atasnya nya. Orang tidak boleh minum atau merokok ketika sedang membacanya, dan firman itu sejatinya idengarkan dalam keheningan. Inilah ‘jimat’ yang melawan penyakit dan bencana."

Muslim menyebut Quran sebagai 'Induk segala Kitab' dan percaya tidak ada buku lain atau wahyu lain yang dapat menandinginya (Caner & Caner, 2002. P.84). Namun semua klaim itu berlalu sekarang. Hasil akhir dari seluruh perjuangan Islam selama empat belas abad adalah nol besar.

Seakan tidak cukup, banyak manuskrip yang menunjukkan tanda palimpsest, yaitu, versi timpahan dari versi sebelumnya. Versi yang lama, yang telah dicuci kemudian ditimpa lagi, tentu saja sulit untuk dibaca dengan mata telanjang. namun alat-alat modern seperti fotografi ultraviolet dapat menyorot mereka. Ini menunjukkan bahwa naskah-naskah Sana'a bukan varian saja, tetapi, bahkan sebelum itu, teks Al-Quran telah diubah dan ditulis ulang pada kertas yang sama. Ini berarti, klaim Allah (QS 56: 77-78; 85:21-22) bahwa teks asli yang diawetkan dalam surga di dalam tablet emas, yang tidak dapat menyentuh kecuali para malaikat – juga nyata-nyata adalah mitos belaka.

Setelah mempelajari naskah-naskah itu secara ekstensif , puin sampai pada kesimpulan bahwa teks-teks Quran sebenarnya merupakan teks yang ber-evolusi atau berkembang, bukan firman Allah sebagaimana konon dinyatakan secara lengkap, menyeluruh dan final kepada Muhammad seorang diri saja (Warraq, 2002, hal 109). Dia tertegun, "Begitu banyak Muslim yang berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang tertulis di antara cover depan dan cover belakang Al Qur'an adalah firman Allah belaka yang tidak berubah. Mereka suka sekali mengutip karya-karya teologis tekstual yang menunjukkan bahwa Alkitab memiliki sejarah dan tidak jatuh langsung dari langit, tetapi mereka sendiri menjauhkan Alquran dari penyelidikan yang serupa. Satu-satunya cara untuk menerobos dinding ini adalah untuk membuktikan bahwa Al Qur'an memiliki sejarah juga. Fragmen Sana'a akan membantu kita untuk melakukan hal ini". Puin bahkan menyimpulkan (dikutip oleh Taher, 2000), "Quran bukanlah karya tunggal yang telah bertahan dan tak berubah selama berabad-abad. Quran mungkin terdiri dari kisah-kisah yang telah ditulis oleh orang-orang di jaman sebelum nabi Muhammad memulai pelayanannya dan yang kemudian ditulis ulang."
Selama penelitian mereka, sebagaimana Puin mengingatkan (Lester, 1999), "Mereka [pihak berwenang Yaman] ingin menjaga hal ini secara sembunyi-sembunyi, seperti yang kita ingin lakukan juga, meskipun untuk alasan yang berbeda. Mereka tidak ingin menarik dunia bahwa pada kenyataannya ada orang-orang Jerman dan lain-lain yang bekerja dalam menganalisa naskah-naskah Qur'an ini. Mereka tidak ingin membuat pekerjaan ini tersebar kepada publik bahwa ada pekerjaan yang dilakukan sama sekali, karena posisi Islam selama ini bahwa segala sesuatu yang perlu dikatakan tentang sejarah Al-Qur'an telah dikatakan secara cukup seribu tahun lalu."

Teori radikal lainnya dari Puin adalah bahwa sumber-sumber pra-Islam telah dimasukan ke dalam Qur'an. Dia berpendapat bahwa dua suku: As-Sahab-ar-Rass (sahabat Sumur) dan As-Sahab-al-Aiqa (sahabat Semak Berduri) yang bukan bagian dari tradisi Arab, dan orang-orang Muhammad pada waktu itu tentu tidak mengetahui apa-apa tentang kedua kaum ini. Dia juga tidak setuju jika Al-Qur'an ditulis dalam bahasa Arab murni. Kata ‘Al-Qur'an’ itu sendiri berasal dari asing. Berlawanan dengan kepercayaan Islam populer, arti dari "Al Qur'an" bukanlah “bacaan”. Kata ini sebenarnya berasal dari sebuah kata bahasa Aram, 'Qariyun', yang berarti leksionari, yaitu bagian-bagian kitab suci yang ditunjuk untuk dibaca pada waktu ibadah. Al Qur'an berisi sebagian dari cerita-cerita Alkitab tetapi dalam bentuk yang lebih pendek dan merupakan "ringkasan dari Alkitab untuk dibaca dalam kebaktian."

Puin tertarik untuk menulis buku tentang hal ini di masa depan. Ia sendiri sudah menulis beberapa esai pendek tentang temuan mereka dalam berbagai majalah ilmu pengetahuan, di mana dia menunjukkan beberapa penyimpangan antara Qur'an kuno dan Quran standar (dikutip Warraq, 2002. hlm 739-44). Unstuck menyanggah kesucian Al Qur'an, Puin menuliskan, “Menurut saya Quran adalah naskah campur aduk (cocktail of texts), yang tidak dipahami bahkan pada jaman Muhammad sendiri. Beberapa bagian dari quran mungkin berusia ratusan tahun telah ada sebelum jaman Islam. Bahkan dalam tradisi Islam terdapat begitu banyak informasi yang kontradiktif, termasuk cuplikan naskah Kristen yang signifikan. Seseorang bisa mendapatkan sejarah yang anti Islam secara keseluruhan darinya jika ia menginginkannya. Quran diklaim bersifat mu’bin, atau jelas dengan sendirinya, namun jika anda memeriksannya, anda akan melihat bahwa setiap kira-kira lima kalimat dibaca kita akan mendapati klaim tersebut tak masuk akal. Muslim akan bersikeras sebaliknya, tentu saja. Namun fakta bahwa seperlima bagian dari teks Quran tidak bisa dipahami. Hal ini yang telah menyebabkan tradisi kebingungan dalam penerjemahan. Jika Quran tidak bisa dipahami, jika ia bahkan tidak bisa dimengerti oleh orang Arab, maka ia tidak bisa diterjemahkan ke dalam bahasa manapun. Inilah yang muslim takutkan. Sebab Quran terus diklaim sebagai telah jelas namun kenyataannya tidak – terdapat kontradiksi yang jelas dan serius di sini. Suatu hal lain pasti telah terjadi.”

Penemuan luar biasa dari Puin ini telah mempesona Andrew Rippin, seorang Profesor studi agama dan seorang ahli terkemuka pada studi Alquran. Rippin (dikutip Warraq, 2002. Hal.110) menyimpulkan, "Dampak dari manuskrip Yaman masih terasa sampai sekarang. Varian cara baca Quran dan penyusunan ayat-ayatnya, semuanya sangat signifikan. Semua orang setuju akan hal ini. Naskah ini menyatakan bahwa sejarah awal teks-teks Al-Quran lebih dari sebuah pertanyaan terbuka yang banyak mengundang kecurigaan. Teks-teks Quran ternyata kurang stabil dan karena itu memiliki otoritas yang sedikit daripada apa yang selalu diklaim selama ini."

Warraq (1998, h. 14) memiliki pandangan yang sama dengan Rippin, "sarjana Muslim dari tahun-tahun awal Islam jauh lebih fleksibel dalam posisi mereka, menyadari bahwa bagian dari Al-Qur'an telah hilang, diselewengkan dan bahwa ada banyak ribuan varian yang membuat mustahil untuk berbicara tentang "Al-Qur'an".

Ada bukti lain bahwa Al Qur'an adalah pesan terdistorsi pada hari-hari awal Islam dan tidak ada yang di sebut “Alquran” lagi sekarang. Inskripsi dari ayat-ayat Al-Quran yang tertulis di Kubah Batu Yerusalem (Dome of The Rock), yang paling mungkin adalah monumen Islam pertama dimaksudkan untuk menjadi prestasi artistik utama, dibangun pada 691 M (Whelan, 1998, pp 1-14). Inskripsi di Dome of The Rock ini secara signifikan berbeda dari teks standar Quran saat ini (Warraq, 2000, hal 34).

Mingana (dikutip Warraq, 1998. P.80) menyesalkan, "Pertanyaan yang paling penting dalam studi Alquran adalah otoritas yang tak tertandingi". Inilah satu-satunya alasan; kenapa penyelidikan kritis atas teks Al-Quran masih menjadi studi immature – tidak dewasa. Sebagaimana Rippin (1991, hal ix) menyesalkan, "Saya sering bertemu orang yang datang untuk mempelajari Islam dengan latar belakang dalam studi sejarah Alkitab Ibrani atau Kekristenan awal, dan yang mengungkapkan keterkejutan atas kurangnya pemikiran kritis yang muncul dalam buku teks pengantar Islam. Gagasan bahwa "Islam lahir dalam sejarah yang terang benderang' nampaknya masih diasumsikan oleh banyak penulis besar teks-teks tersebut."

Cook dan Crone (1977, p. 18) menyimpulkan, "[Qur'an] benar-benar mencolok kekurangannya dalam struktur keseluruhan, sering tidak jelas dan ngawur baik dalam bahasa dan konten yang asal-asalan yang menyukai bahan ngawur yang berbeda dan tersebar dalam pengulangan seluruh kisah dalam versi yang berbeda-beda. Atas dasar ini, dapat dikatakan bahwa buku ini adalah produk dari editing yang terlambat dan tidak sempurna dari pluralitas tradisi"Crone (dikutip Warraq, 1998, hal 33) di tempat lain menulis," Qur'an telah menghasilkan. banyak informasi palsu ".Kritik pihak Muslim atas Al Qur'an sangat-sangat langka dan hampir tidak ada sama sekali, sebagaiman Sina (2008, hal 6) keluhkan, "Umat Muslim sangat benar-benar tidak mampu mempertanyakan Islam." Baru-baru ini website ex-Muslim tengah melakukan beberapa pekerjaan yang luar biasa ini. Pada akhirnya, orang-orang tercerahkan ini akan berhasil membebaskan saudara-saudari Muslim mereka dari penjara Islam. Jika tidak maka semua kritik kritik apapun pada Al-Qur'an selama ini hanya dilakukan oleh kalangan non-muslim saja, dalam hal ini kebanyakan adalah sarjana Kristen. Tapi Muslim tidak boleh menganggap bahwa kritik dari sarjana Kristen sebagai tanda penyerangan kepada agma mereka. Cendikiawan Kristen telah melakukan kritik lebih banyak atasa kekristenan sendiri dibandingkan atas Islam (Sproul & Saleeb, 2003 hlm 17;. Spencer, 2007, hal 1).

Tapi manuskrip Sana'a juga akan memprovokasi pertanyaan lain. Jika Qur'an adalah sebuah kebohongan, bagaimana kebohongan ini bisa bertahan selama berabad-abad? Alasannya adalah bahwa “sifat keilahian yang melekat pada Al Qur'an” bukan sebuah Kebohongan Kecil, tapi Kebohongan Besar. . Kebohongan Besar sangat kuat, dan selalu memiliki efek psikologis terhadap para pendengarnya. Semakin besar kebohongannya, semakin dipercaya itu. Adolf Hitler menulis di Mein Kamph (1925), "Massa yang luas dari suatu bangsa akan mudah menjadi korban kebohongan besar , bukan kebohongan kecil." Kebohongan Besar nampak sangat meyakinkan karena melampaui skala akal sehat pendengarnya, seperti Sina (2008 , hal. 179) menjelaskan, orang biasa tidak akan berani untuk menceritakan sebuah kebohongan besar dan berpikir bahwa hal itu tidak akan dipercayai dan ia akan ditertawakan. Karena tidak ada orang yang tidak pernah berbohong dalam hidupnya, kebohongan kecil sering terdeteksi cepat atau lambat. Tapi kebohongan besar sangat aneh sehingga dapat mempesona pendengarnya. Ketika kebohongan itu seukuran raksasa, rata-rata orang dibuat tidak berani bertanya-tanya bagaimana orang dapat memiliki keberanian, kelancangan untuk mengatakan hal seperti itu.

Kebohongan Besar selalu bekerja secara luar biasa dalam politik. Sebagaimana George Orwell (dikutip Sina, 2008, hal 179) berkata, "Politik bahasa ... dirancang untuk membuat kebohongan terdengar benar, dan pembunuhan terlihat terhormat, dan memberikan penampilan solid sebagai angin sorga". Hari ini ketika klaim keilahian Qur'an dihancurkan oleh penemuan manuskrip Sana'a, sifat spiritual Islam juga terkena. Islam hanyalah sebuah gerakan politik murni Arab. ketika Arab mulai menaklukkan bangsa-bangsa sekitarnya dan Islam yang dikenakan pada mereka dengan kekerasan dan dibuat percaya dengan klaim “Keilahian yang melekat pada Al Qur'an”.

Bangsa Arab tidak hanya memaksakan Islam pada orang lain tetapi juga menanamkan kepercayaan irasional akan keilahian Al-Quran dalam pikiran korban mereka, sehingga sekali orang-orang Arab itu pergi, mereka yang ditaklukkan tidak bisa keluar dari perbudakan mental dan kembali ke iman asli mereka. Ini adalah keterampilan politik langka. Banyak sahabat Muhammad jelas tahu bahwa Al Qur'an itu palsu, tetapi mereka tetap dengan nabi mereka untuk berbagi rampasan dan untuk menikmati wanita. Kita semua tahu, setelah kematian Muhammad, beberapa suku Arab kembali kembali ke kepercayaan asli mereka dan penyembahan berhala berkembang lagi.

Bagai terpaan badai bagi umat Islam; studi psikologi modern menyingkapkan kebenaran bahwa Muhammad (kalaupun orang ini pernah ada) adalah seorang penipu, orang yang menderita Narcissistic Personality Disorder. Narsisis adalah seorang pembohong patologis yang asik menikmati dirinya sendiri. Ini berarti, entah mereka tidak menyadari kebohongan mereka atau mereka merasa benar-benar dibenarkan dan mudah dalam berbohong kepada orang lain. Kondisi mental mereka sedemikian rupa sehingga mereka memiliki kemampuan langka untuk percaya kebohongan mereka sendiri (Vaknin, 1999, hal 24).

Dan, ya, Adolf Hitler, yang mengetahui kekuatan dari Kebohongan Besar dan jutaan rakyat Jerman yang juga disesatkan, juga diakui sebagai seorang narsisis. Hari ini Hitler adalah figur sejarah yang paling dibenci di Jerman. Seperti kepastian matematis Muhammad akan mendapatkan nasib yang sama. Tapi kita benar-benar tidak tahu, berapa juta orang akan meninggal sebelum kita dapat menempatkan Muhammad di tempat sampah dengan, Allah-nya Al Qur'an dan Islam sama sekali. Bagi Hitler itu Sosialisme Nasional (nama lain dari Nazisme) dan Muhammad itu Islam, namun jauh di lubuk hati, keduanya dua sisi dari koin yang sama - seorang manipulator yang sukses.Sina (2008, p. iv, 260) berkomentar, "Islam bagaikan rumah kartu, ditopang oleh kebohongan. Yang dibutuhkan untuk menghancurkannya adalah menantang satu saja dari kebohongan-kebohongan yang selama ini menopangnya bersama-sama. Ini adalah sebuah bangunan tinggi, yang berdiri di atas pasir; setelah Anda mengekspos fondasinya, pasir akan luruh dan struktur bangunan ini akan runtuh karena beratnya sendiri. “ Dan perkatan Sina lainnya ," Islam berdiri di tanah yang sangat rapuh. Ia tidak bersandar pada apapun kecuali kebohongan. Yang harus kita lakukan untuk menghancurkannya cuma mengekspos kebohongan-kebohongannya, dan bangunan raksasa teror dan penipuan ini akan runtuh".

Mari kita lihat, sekali aura suci Al-Qur'an hilang, apa saja hal lainnya yang akan terkena:

Pertama, jika ada dua atau lebih versi Qur'an, maka Quran yang satu berbicara begini, sedang Quran yang satu lagi berbicara begitu, dan dua-duanya mengklaim kebenaran yang mutlak, maka logikanya ada lebih dari satu Allah yang memberi firman. (Mungkin asumsi logis ini tampak goyah, namun kita lihat poin logis selanjutnya).

Kedua, jika kita masih percaya bahwa satu Qur'an adalah otentik, maka bagaimana Allah mengizinkan versi lain bisa bertahan?

Ketiga, Jika QS 10:64 mengatakan kata-kata Allah tidak berubah, ternyata berubah juga, dengan demikian klaim-klaim Quran sama sekali tidak bisa dipercaya dengan sendirinya? Jika muslim masih ngotot dengan klaim keilahian Quran yang katanya tidak bisa berubah ,lalu kenapa ada lebih dari satu veris Quran? Bagaimana wahyu palsu itu tercatat dalam Al Qur'an? Apakah Setan meletakkannya?

Terakhir; Bukhari (4.52.233) mencatat "orang-orang kafir tidak akan pernah memahami tanda-tanda dan wahyu." Tapi kita lihat, untuk memahami Al Qur'an Sana'a, pemerintah Yaman mengundang para sarjana Jerman, karena tak ada seorang pun di Yaman, bahkan di dunia Islam, yang mampu mengerjakan temuan yang melimpah ini. Tidak heran bila Sina (2008) menyimpulkan, "Tidak peduli bagaimana Anda melihat Islam, tetap saja Islam agama konyol."

Muslim telah menjual jiwa mereka kepada Muhammad. Bisakah mereka secara logis menghapus keraguan di atas? Episode Sana'a telah menempatkan mereka dalam posisi yang sedemikian gamang, bahwa circular reasoning atau logka yang absurd-pun tidak akan membantu mereka dari kebingungan ini. Bukankah sudah waktunya bagi Muslim untuk bijaksana mempertimbangkan sehat tidaknya agama mereka sebenarnya?

Untuk melindungi Qur'an dari penghinaan lagi, otoritas Yaman telah menghalangi Puin dan Bothmer untuk meneliti lebih lanjut naskah-naskah tersebut. Bahkan, sekarang mereka tidak mengizinkan siapa pun melihat naskah-naskah itu lagi kecuali beberapa perkamen non-Qur'an yang telah sangat hati-hati dipilih, yang dipajang di lantai dasar dari Perpustakaan Dar al-Makhtutat. Tapi ini tidak akan membantu. Burungnya sudah keluar dari kandang dan tidak ada gunanya menutup pintu sekarang. Lebih dari tiga puluh lima ribu mikrofilm yang berisikan teks-teks itu telah berada di luar Yaman sebelum pihak otoritas mengetahui, dan beberapa duplikat sudah dibuat. Penulis saat ini yakin bahwa pada saat ini, di beberapa lokasi yang tidak diketahui di Jerman, sekelompok ahli tanpa henti bekerja pada mikrofilm tersebut dan Puin sedang membakar minyak di tengah malam cukup untuk menyelesaikan bukunya, yang, setelah diterbitkan, akan memalu paku lainnya pada peti mati Islam. Islam sedang dalam bahaya nyata sekarang.

Jelas, dengan menyadari klaim-klaim keilahian Quran akan gugur tak lama lagi, banyak muslim yang terganggu dan tersinggung. Para fundamentalis tidak akan menerima karya Puin dan Bothmer sebagai hasil karya yang telah dilakukan secara obyektif akademik, tetapi melihatnya sebagai serangan yang disengaja terhadap integritas teks-teks Quran (Taher, 2000). Tentu, dua sarjana Jerman akan berada di garis depan dalam kemarahan mereka. Puin takut reaksi kekerasan dari Muslim ortodoks karena "hujatan" teorinya, dia katakana tidak bisa dipandang ringan. Mengingat kasus yang terjadi pada Salman Rushdie, Puin menulis, "Kesimpulan saya telah menyulut reaksi marah dari Muslim ortodoks. Mereka bilang saya tidak benar-benar cendekiawan untuk membuat komentar pada naskah ini ". Jika pandangan Puin adalah diambil dan diberitakan di media, dan jika tidak ada banyak umat Islam yang rasional tentang hal itu, maka hal mengerikan akan terjadi. Akan ada beberapa respon yang bersikap memusuhi dan kerusuhan yang menyebabkan banyak kematian dan kehancuran, mungkin adalah fatwa lain dari Khomeini, dan tentu beberapa ancaman Al Qaeda dan dan saudara-saudara ideologisnya. Tapi bisakah mereka menghentikan kebenaran?

UNESCO telah memperlihatkan minat yang tulus terhadap manuskrip Sana'a sejak Program Memori Dunia dimulai. Pada tahun 1995, Organisasi ini juga memproduksi CD-ROM dalam bahasa Arab, Inggris dan Perancis yang menggambarkan sejarah pengumpulan material baik yang quranik maupun non-quranik. CD-ROM menawarkan 651 gambar dari 302 fragmen Al-Quran, diindeks berdasarkan script, frame, dll, pengenalan umum untuk koleksi manuskrip Yaman dan deskripsi singkat tentang evolusi kaligrafi Arab (Abid, 1997).

Ursula Dreibholz, seorang ahli pelestarian yang bekerja pada proyek Sana'a selama delapan tahun sebagai konservator utama, banyak mengalami frustrasi dengan melihat kurangnya perhatian pemerintah Yaman untuk melindungi naskah-naskah dengan menggunakan teknologi modern (1983, hlm 30-8) . perangkat keamanan tidak benar, tidak pula ada perhatian yang memadai yang diberikan kepada naskah-naskah untuk menghindari kerusakan lebih lanjut (1996, pp 131-45). Bahkan, Dreibholz (1999, pp 21-5) mengatakan kepeduliannya terbesarnya untuk menciptakan sistem penyimpanan yang aman, handal dan permanen bagi fragmen-fragmen yang telah dipulihkan ini. Juga, masalah miskinnya sistem penyimpanan. Hampir tidak ada perlindungan dari serangga dan air. Yang paling penting, masalah sebenarnya adalah kurangnya pencegahan kebakaran atau sistem deteksi, mengingat kebakaran yang benar-benar bencana yang telah menghancurkan perpustakaan penting dan karya seni di seluruh dunia sepanjang sejarah. Pihak berwenang Yaman mengatakan mereka tidak punya uang atau sarana untuk menginstal sistem proteksi kebakaran tersebut. Dia tidak mengerti alasan asli di balik sikap apatis otoritas Yaman.

Sekarang fundamentalis muslim dapat melihat masa depannya yang nyata. Tidak ada yang tahu kapan api yang menghancurkan akan dimulai 'secara sengaja' dan menghancurkan semua naskah Al-Quran, yang benar-benar menyebabkan ‘panas’. Akhirnya, untuk menyelamatkan Islam, Qur'an harus disimpan oleh Muslim kemanapun. Jika perlu mereka akan membakar Qur'an untuk menyelamatkannya dari analisa logis. Pengabdian mereka kepada kebodohan memang sangat tinggi. Mungkin, keengganan otoritas Yaman untuk menginstal sistem proteksi kebakaran tersebut merupakan persiapan awal untuk sebuah tindakan di masa depan. Jangan pernah meremehkan kemampuan merusak dari para fanatik tak berotak.

Referensi
Journal:
Abid, Abdelaziz (1997); “Memory of the World”: Preserving Our Documentary Heritage. Museum International, Vol. 49, No. 1, January 1997 issue. Blackwell Publishers, Oxford.
Dreibholz, Ursula (1983); A treasure of early Islamic manuscripts on parchment. Significance of the find and its conservation treatment. AIC Preprints of papers presented at the 11th annual meeting in Baltimore, Maryland, 25-29 May 1983. Washington, DC.
Dreibholz, Ursula (1996); The Treatment of Early Islamic Manuscript Fragments on Parchment in The Conservation and Preservation of Islamic Manuscripts, Al-Furqan Islamic Heritage Foundation, London
Dreibholz, Ursula (1999); Preserving a treasure: the Sana’a manuscripts. Museum International. Islamic collections. Vol. LI, No. 3, July 1999 issue. Blackwell Publishers. Oxford.
Whelan, Estelle (1998); Forgotten Witness: Evidence for the Early Codification of the Qur’an. Published in The Journal of America Oriental Society. January to March Issue, 1998. University of Michigan. USA.
Buku:
Ali, Daniel & Spencer, Robert (2003); Inside Islam: A guide for Catholics. Ascension Press. Pennsylvania.
Caner E. M; Caner E.F (2002); Unveiling Islam. Kregel Publications. Grand Rapids. U.S.A
Cook, Michael; Crone, Patricia (1977); Hagarism: The making of the Islamic world. Cambridge.
(Dr) Vaknin, Sam (1999); Malignant Self Love: Narcissism Revisited. Narcissus Publications, Skopje. Czech Republic.
(Ed.) Warraq, Ibn (1998); The origins of the Koran: Classic Essays on Islam’s holy book. Prometheus Books. NY.
(Ed.) Warraq, Ibn (2000); The Quest for Historical Muhammad. Prometheus books. NY.
(Ed.) Warraq, Ibn (2002); What the Koran really says – Language, Text and Commentary. Prometheus books. NY.
Guillaume, Alfred (1978); Islam. Harmondsworth.
Mein Kampf; a 1939 English translation by Houghton Mifflin and edited of verbosity. Reynal & Hitchcock
Ohmyrus (2006); The Left and Islam: Tweedledum and Tweedledee in Beyond Jihad: Critical voices from the inside by Shienbaum, Kim and Hasan, Jamal. Academia Press, LLC, Bethesda.
Peters, F.E (1986); Jerusalem and Mecca: The topology of the Holy City in the near east. NY.
Rippin, Andrew (1991): Muslims: their religious beliefs and practices. London.
Rodhinson, Maxime (1980); Muhammad (Original in French, translated to English by Anne Carter). The New Press. NY
Rodhinson, Maxime (1981); A Critical Survey of Modern Studies on Muhammad inStudies on Islam ed. M. Swartz. Oxford University Press, USA
Sagan, Karl (1997); The Demon-Haunted World. Science as a Candle in the Dark. Ballantine Books. The Random House Publishing group. NY.
Sina, Ali (2008); Understanding Muhammad, A Psychobiography. Felibri.com
Spencer, Robert (2002); Islam Unveiled: Disturbing questions about the world’s fastest growing faith. Encounter Books. San Francisco.
Spencer, Robert (2007); Religion of Peace? Why Christianity is and Islam isn’t. Regnery Publishing, Inc. Washington DC.
Sproul R. C & Saleeb, Abdul (2003); The dark side of Islam. Crossway Books (a division of Good News Publishers). Wheaton. Illinois.
Sumber-sumber Internet:

Taher, Abul (2000): Querying the Koran. The Guardian. Guardian News and Media Limited. Published on 8th August, 2000. URL: http://www.guardian.co.uk/Archive/Article/0,4273,4048586,00.html (Last accessed 3rd June / 2009)
Sina, Ali (2008): Probing Islam. An internet based debate between J. A Ghamidi, K. Zaheer and Ali Sina, FFI. URL: http://www.news.faithfreedom.org/downloads/probing-islam.pdf (Last accessed 7th February / 2008).
Lester, Toby (1999); What Is the Koran? Atlantic Monthly January 1999 issue. URL: http://www.theatlantic.com/doc/199901/koran (Last accessed 3rd June / 2009).
Wikipedia (2009); Gerd R. Puin, URL: http://en.wikipedia.org/w/index.php?title=Special%3ACite&page=Gerd_R._Puin&id=287605376

Ramalan Jayabaya

Hindu Dharma,
RAMALAN JAYABAYA
Prabu Jayabaya raja Kediri bertemu pendita dari Rum yang sangat sakti, Maulana Ali Samsuyen. Ia pandai meramal serta tahu akan hal yang belum terjadi. Jayabaya lalu berguru padanya, sang pendeta menerangkan berbagai ramalan yang tersebut dalam kitab Musaror dan menceritakan penanaman orang sebanyak 12.000 keluarga oleh utusan Sultan Galbah di Rum, orang itu lalu ditempatkan di pegunungan Kendenag, lalu bekerja membuka hutan tetapi banyak yang mati karena gangguan makhluk halus, jin dsb, itu pada th rum 437, lalu Sultan Rum memerintahkan lagi di Pulau Jawa dan kepulauan lainnya dgn mengambil orang dari India, Kandi, Siam. Sejak penanaman orang-orang ini sampai hari kiamat kobro terhitung 210 tahun matahari lamanya atau 2163 tahun bulan, Sang pendeta mengatakan orang di Jawa yang berguru padanya tentang isi ramalan hanyalah Hajar Subroto di G. Padang.
Beberapa hari kemudian Jayabaya menulis ramalan Pulau Jawa sejak ditanami yang kedua kalinya hingga kiamat, lamanya 2.100 th matahari. Ramalannya menjadi Tri-takali, yaitu :
I. Jaman permulaan disebut KALI-SWARA, lamanya 700 th matahari (721 th bulan). Pada waku itu di jawa banyak terdengar suara alam, gara-gara geger, halintar, petir, serta banyak kejadian-kejadian yang ajaib dikarenakan banyak manusia menjadi dewa dan dewa turun kebumi menjadi manusia.

II. Jaman pertengahan disebut KALI-YOGA, banyak perobahan pada bumi, bumi belah menyebabkan terjadinya pulau kecil-kecil, banyak makhluk yang salah jalan, karena orang yamg mati banyak menjelma (nitis).

III. Jaman akhir disebut KALI-SANGARA, 700 th. Banyak hujan salah mangsa dan banyak kali dan bengawan bergeser, bumi kurang manfaatnya, menghambat datangnya kebahagian, mengurangi rasa-terima, sebab manusia yang yang mati banyak yang tetap memegang ilmunya.
Tiga jaman tersebut masing-masing dibagi menjadi Saptama-kala, artinya jaman kecil-kecil, tiap jaman rata-rata berumur 100 th. Matahari (103 th. bulan), seperti dibawah ini :
I. JAMAN KALI-SWARA dibagi menjadi :
Kala-kukila 100 th, (th. 1-100): Hidupnya orang seperti burung, berebutan mana yang kuat dia yang menang, belum ada raja, jadi belum ada yang mengatur/memerintah.

Kala-buddha (th. 101-200): Permulaan orang Jawa masuk agama Buddha menurut syariat Hyang agadnata (Batara Guru).

Kala-brawa (th. 201 - 300): Orang-orang di Jawa mengatur ibadahnya kepada Dewa, sebab banyak Dewa yang turun kebumi menyiarkan ilmu.

Kala-tirta (th. 301-400): Banjir besar, air laut menggenang daratan, di sepanjang air itu bumi menjadi belah dua. Yang sebelah barat disebut pulau Sumatra, lalu banyak muncul sumber-sumber air, disebut umbul, sedang, telaga, dsb.

Kala-swabara (th. 401-500): Banyak keajaiban yang tampak atau menimpa diri manusia.

Kala-rebawa (th. 501-600): Orang Jawa mengadakan keramaian2-kesenian dsb.

Kala-purwa (th. 601-700): Banyak tumbuh2an keturunan orang2 besar yang sudah menjadi orang biasa mulai jadi orang besar lagi.

II. JAMAN KALA-YOGA dibagi menjadi :
Kala-brata (th. 701-800): Orang mengalami hidup sebagai fakir.

Kala-drawa (th. 801-900): Banyak orang mendapat ilham, orang pandai menerangkan hal-hal yang gaib.

Kala-dwawara (th. 901-1.000): Banyak kejadian yang mustahil.

Kala-praniti (th. 1.001- 1.101): Banyak orang mementingkan ulah pikir.

Kala-teteka (th. 1.101 - 1.200): Banyak oran g datang dari negeri-negeri lain.

Kala-wisesa (th. 1.201 - 1.300): Banyak orang yang terhukum.

Kala-wisaya (th. 1.301 - 1.400): Banyak orang memfitnah.

III. JAMAN KALA-SANGARA dibagi menjadi :
Kala-jangga (th. 1.401 - 1.500): Banyak orang ulah kehebatan.

Kala-sakti (th. 1.501 - 1.600): Banyak orang ulah kesaktian.

Kala-jaya (th. 1.601 - 1.700): Banyak orang ulah kekuatan untuk tulang punggung kehidupannya.

Kala-bendu (th. 1.701 - 1.800): Banyak orang senang berbantahan, akhirnya bentrokkan.

Kala-suba (th. 1.801 - 1.900 ) : Pulau Jawa mulai sejahtera, tanpa kesulitan, orang bersenang hati.

Kala-sumbaga (th. 1.901 - 2.000) : Banyak orang tersohor pandai dan hebat.

Kala-surasa (th. 2.001 - 2.100): Pulau Jawa ramai sejahtera, serba teratur, tak ada kesulitan, banyak orang ulah asmara.

Ramalan yang ditulis Jayabaya itu disetujui oleh pendeta Ali Samsujen, kemudian sang pendeta pulang ke negerinya, diantar oleh Jayabaya dan putera mahkotanya Jaya-amijaya di Pagedongan, sampai di perbatasan. Jayabaya diiringi oleh puteranya pergi ke Gunung Padang, disambut oleh Ajar Subrata dan diterima di sanggar semadinya. Sang Anjar hendak menguji sang Prabu yang terkenal sebagai pejelmaan Batara Wisnu, maka ia memberi isyarat kepada endang-nya (pelayan wanita muda) agar menghidangkan suguhan yang terdiri dari :

Kunir (kunyit) satu akar

Juadah satu takir (mangkok dibuat dari daun pisang)

Geti (biji wijen bergula) satu takir

Kajar (senthe sebangsa ubi rasanya pahit memabokkan satu batang)

Bawang putih satu takir

Kembang melati satu takir

Kembang seruni (serunai; tluki) satu takir

Anjar Subrata menyerahkan hidangan itu kepada sang prabu. Seketika Prabu Jayabaya menjadi murka dan menghunus kerisnya, sang Anjar ditikamnya hingga mati, jenazahnya muksa hilang. Endangnya yang hendak laripun ditikamnya pula dan mati seketika.

Sang putera mahkota sangat heran melihat murkanya Sang Prabu yang membunuh mertuanya (Anjar Subrata) tanpa dosa. Melihat putera mahkotanya sedih, sesudah pulang Prabu Jayabaya berkata dengan lemah lembut. "Ya anakku putera mahkota, janganlah engkau sedih karena matinya mertuamu, sebab sebenarnya ia berdosa terhadap Kraton. Ia bermaksud mempercepat berakhirnya, para raja di tanah Jawa yang belum terjadi. Hidangan sang Ajar menjadi perlambang akan hal-hal yang belum terjadi. Kalau ku-sambut (hidangan itu) niscaya tidak akan ada kerajaan melainkan hanya para pendeta yang menjadi orang-orang yang dihormati oleh orang banyak, sebab menurut guruku Baginda Ali Samsujen, semua ilmu Ajar itu sama dengan semua ilmuku".

Sang prabu anom bertunduk kepala memahami, kemudian mohon penjelasan tentang hidangan-hidangan sang pendeta dalam hubungannya dengan kraton-kraton yang bersangkutan, Sabda Prabu Jayabaya, "Ketahuilah anakku, bahwa aku ini penjelmaan Wisnu Murti, berkewajiban mendatangkan kesejahteraan kepada dunia, sedang penjelmaanku itu tinggal dua kali lagi. Sesudah penjelmaan di Kediri ini, aku akan menjelma Malawapati dan yang terakhir di Jenggala, sesudah itu aku tidak akan lagi menjelma di pulau Jawa, sebab hal itu tidak menjadi kewajibanku lagi. Tata atau rusaknya jagad aku tidak ikut-ikut, serta keadaanku sudah gaib bersatu dengan keadaan di dalam kepala-tongkat guruku. Waktu itulah terjadinya hal-hal yang dilambangkan dengan hidangan Sang Ajar tadi. Terdapat pada 7 tingkat kerajaan, alamnya bergantian, berlainan peraturannya. Wasiatkanlah hal itu kepada anak cucumu di kemudian hari".

Adapun keterangan tentang 7 (tujuh) kraton itu sbb:

Jaman Anderpati dalam jaman Kalawisesa, ibukotanya Pajajaran, tanpa adil dan peraturan. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa emas. Itulah yang diperlambangkan dalam suguhan si Ajar berupa kunyit. Lenyapnya kerajaan karena pertengkaran di antara saudara. Yang kuat menjadi-jadi kesukaanya akan perang dalam tahun rusaknya negara.

Jaman Srikala Rajapati Dewaraja, ibukotanya Majapahit, ada peraturan negara sementara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa perak. Itulah diperlambangkan suguhan Ajar berupa juadah. Dalam 100 th. Kraton itu sirna, karena bertengkar dengan putera sendiri.

Jaman Hadiyati dalam jaman Kalawisaya. Disanalah mulai ada hukum keadilan dan peraturan negara, ibukota kerajaan di Bintara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa tenaga kerja. Itulah yang diperlambangkan dalam suguhan berupa geti. Kraton sirna karena bertentangan dengan yang memegang kekuasaan peradilan.

Jaman Kalajangga, bertakhtalah seorang raja bagaikan Batara, ibukotanya di Pajang. Disanalah mulai ada peraturan kerukunan dalam perkara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa segala macam hasil bumi di desa. Itulah yang diperlambangkan dalam suguhan Ajar berupa kajar sebatang. Sirnanya kerajaan karena bertengkar dengan putera angkat.

Jaman Kala-sakti yang bertakhta raja bintara, ibukotanya Mataram. Disanalah mulai ada peraturan agama dan peraturan negara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa uang perak. Itulah yang dilambangkan dalam suguhan Ajar berupa bawang putih.

Jaman Kala-jaya dalam pemerintahan raja yang angkara murka, semua orang kecil bertabiat sebagai kera karena sulitnya penghidupan, ibukotanya di Wanakarta. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa uang real. Itulah lambang suguhan yang berupa kembang melati. Kedudukan raja diganti oleh sesama saudara karena terjadi kutuk. Hilanglah manfaat bumi, banyak manusia menderita, ada yang bertempat tinggal di jalanan, ada yang di pasar. Sirnanya Karaton karena bertengkar dengan bangsa asing.

. Jaman Kala-bedu di jaman raja hartati, artinya yang menjadi tujuan manusia hanya harta, terjadilah Karaton kembali di Pajang-Mataram. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa macam-macam, ada yang berupa emas-perak, beras, padi dsb. Itulah yang dilambangkan Ajar dengan suguhannya yang berupa bunga serunai. Makin lama makin tinggi pajak orang kecil, berupa senjata dan hewan ternak dsb, sebab negara bertambah rusak, kacau, sebab pembesar-pembesarnya bertabiat buruk, orang kecil tidak menghormat. Rajanya tanpa paramarta, karena tidak ada lagi wahyunya, banyak wahyu setan, tabiat manusia berubah-ubah.

Perempuan hilang malunya, tiada rindu pada sanak saudara, tak ada berita benar, banyak orang melarat, sering ada peperangan, orang pandai kebijaksanaannya terbelakang, kejahatan menjadi-jadi, orang-orang yang berani kurangajar tetap menonjol, tak kena dilarang, banyak maling menghadang di jalanan, banyak gerhana matahari dan bulan, hujan abu, gempa perlambang tahun, angin puyuh, hujan salah mangsa, perang rusuh, tak ketentuan musuhnya.

Itulah semua perlambang si Ajar yang mengandung berbagai maksud yang dirahasiakan dengan endangnya ditemukan dengan Prabu Jayabaya. Saat itu sudah dekat dengan akhir jaman Kalabendu. Sirnanya raja karena bertentangan dengan saingannya (maru=madu). Lalu datanglah jaman kemuliaan raja.

Di saat inilah pulau Jawa sejahtera, hilang segala penyakit dunia, karena datangnya raja yang gaib, yaitu keturunan utama disebut Ratu Amisan karena sangat hina dan miskin, berdirinya tanpa syarat sedikitpun, bijaksanalah sang raja. Kratonnya Sunyaruri, artinya sepi tanpa sesuatu sarana tidak ada sesuatu halangan. Waktu masih dirahasiakan Tuhan membikin kebalikan keadaan, ia menjadi raja bagaikan pendeta, adil paramarta, menjauhi harta, disebut Sultan Herucakra.

Datangnya ratu itu tanpa asal, tidak mengadu bala manusia, prajuritnya hanya Sirullah, keagungannya berzikir, namun musuhnya takut. Yang memusuhinya jatuh, tumpes ludes menyingkir, sebab raja menghendaki kesejahteraan negara dan keselamatan dunia seluruhnya.

Setahun bukannya dibatasi hanya 7.000 real tak boleh lebih. Bumi satu jung (ukuran lebar. kl. 4 bahu) pajaknya setahun hanya satu dinar, sawah seribu (jung?) hasilnya (pajaknya) hanya satu uwang sehari, bebas tidak ada kewajiban yang lain. Oleh karena semuanya sudah tobat, takut kena kutuk (kuwalat) ratu adil yang berkerajaan di bumi Pethikat dengan kali Katangga, di dalam hutan Punhak. Kecepit di Karangbaya. Sampai kepada puteranya ia sirna, karena bertentangan dengan nafsunya sendiri.

Lalu ada Ratu (raja) Asmarakingkin, sangat cantik rupanya, menjadi buah tutur pujian wadya punggawa, beribukota di Kediri. Keturunan ketiganya pindah ke tanah Madura. Tak lama kemudian Raja sirna karena bertentangan dengan kekasihnya.

Lalu ada 3 orang raja disatu jaman, yaitu :

Ber-ibukota di bumi Kapanasan

Ber-ibukota di bumi Gegelang

Ber-ibukota di bumi Tembalang. Sesudah 30 th. mereka saling bertengkar, akhirnya ketiganya sirna semua. Pada waktu itu tidak ada raja, para bupati di Mancapraja berdiri sendiri-sendiri, karena tidak ada yang dianggap (disegani).

Beberapa tahun kemudian ada seorang raja yang berasal dari sabrang (lain negeri). Nusa Srenggi menjadi raja di Pulau Jawa ber-ibukotadi sebelah timur Gunung Indrakila, di kaki gunung candramuka. Beberapa tahun kemudian datang prajurit dari Rum memerangi raja dari Nusa Srenggi, raja dari Nusa Srenggi kalah, sirna dengan bala tentaranya. Para prajurit Rum mengangkat raja keturunan Herucakra, ber-ibukota di sebelah timur kali opak, negaranya menjadi lebih sejahtera, disebut Ngamartalaya. Sampai pada keturunanya yang ke tiga, sampailah umur Pulau jawa genap 210 matahari. Ramalan di atas disambung dengan "Lambang Praja" yang dengan kata-kata indah terbungkus melukiskan sifat keadaan kerajaan kerajaan di bawah ini

JANGGALA

PAJAJARAN

MAJAPAHIT

DEMAK

PAJANG

MATARAM KARTASURA

SURAKARTA

JOGJAKARTA.

Yang terakhir mengenai hal yang belum terjadi ialah :

Negara Ketangga Pethik tanah madiun

Negara Ketangga kajepit Karangboyo

Kediri

Bumi Kepanasan, Gegelang (Jipang), Tembilang (Dekat Tembayat)

Ngamartalaya

Perlu diterangkan bahwa tidak semua naskah Ramalan Jayabaya memuat "Lambang Praja". Maka hal ini banyak menimbulkan dugaan, bahwa ini sebuah tambahan belaka. Demikianlah pokok inti ramalan Jayabaya.

Komentar Ilmuwan Dunia Mengenai HINDU

Hindu Dharma,
Komentar Ilmuwan Dunia tentang Hindu

Albert Einstein (1879-1955) Ahli Fisika:

"Ketika aku membaca Bhagavad-Gita dan merenung tentang bagaimana Tuhan menciptakan alam semesta ini yang lainnya nampak demikian bberlebih-lebihan."

"Kita berhutang banyak kepada orang India yang mengajarkan kita bagaimana menghitung, tanpa itu penemuan yang bermanfaat ilmiah tidak mungkin dilakukan"

Jean-Sylvain Bailly (1763-1793) Ahli Astronomi:

"Perjalanan bintang dihitung oleh orang-orang Hindu sebelum sekitar 4500 tahun bahkan tidak berbeda semenitpun dari tabel Cassine dan Meyer (digunakan mulai abad 19). Tabel-tabel India memberikan variasi tahunan yang sama dari bulan sebagaimana ditemukan oleh Tycho Brahe- suatu variasi yang tidak dikenal sekolah Alexandria dan juga orang Arab yang mengikuti kalkulasi-kalkulasi dari sekolah itu.."

Monday, 14 April 2014

Lubdaka Menuju Swargaloka

Cerita Hindu,

Lubdaka adalah seorang kepala keluarga hidup di suatu desa menghidupi keluarganya dengan berburu binatang di hutan. Hasil buruannya sebagian ditukar dengan barang-barang kebutuhan keluarga, sebagian lagi dimakan untuk menghidupi keluarganya. Dia sangat rajin bekerja, dia juga cukup ahli sehingga tidak heran bila dia selalu pulang membawa banyak hasil buruan.
Hari itu Lubdaka berburu sebagaimana biasanya, dia terus memasuki hutan, aneh pikirnya kenapa hari ini tak satupun binatang buruan yang muncul, dia semua peralatan berburu digotongnya tanpa kenal lelah, dia tidak menyerah terus memasuki hutan. Kalo sampe aku pulang gak membawa hasil buruan nanti apa yang akan dimakan oleh keluargaku..?, semangatnya semakin tinggi, langkahnya semakin cepat, matanya terus awas mencari-cari binatang buruan, namun hingga menjelang malam belum juga menemukan apa yang ia harapkan, hari telah terlalu gelap untuk melanjutkan kembali perburuannya, dan sudah cukup larut jika hendak kembali ke pernaungan.
Ia memutuskan untuk tinggal di hutan, namun mencari tempat yang aman terlindungi dari ancaman bahaya, beberapa hewan buas terkenal berkeliaran di dalam gelapnya malam guna menemukan mangsa yang lelap dan lemah. Sebagai seorang pemburu tentu dia tahu betul dengan situasi ini. Tak perlu lama baginya guna menemukan tempat yang sesuai, sebuah pohon yang cukup tua dan tampak kokoh di pinggir sebuah telaga mata air yang tenang segera menjadi pilihannya.
Dengan cekatan dari sisa tenaga yang masih ada, ia memanjat batang pohon itu, melihat sekeliling sekejap, ia pun melihat sebuah dahan yang rasanya cukup kuat menahan beratnya, sebuah dahan yang menjorok ke arah tengah mata air, di mana tak satu pun hewan buas kiranya akan bisa menerkamnya dari bawah, sebuah dahan yang cukup rimbun, sehingga ia dapat bersembunyi dengan baik. Singkat kata, ia pun merebahkan dirinya, tersembunyikan dengan rapi di antara rerimbunan yang gulita.
Ia merasa cukup aman dan yakin akan perlindungan yang diberikan oleh tempat yang telah dipilihnya. Sesaat kemudian keraguan muncul dalam dirinya. Kalo sampe dia tertidur dan jatuh tentu binatang buas seperti macan, singa, dll akan dengan senang hati memangsanya.
Ia resah dan gundah, badannya pun tak bisa tenang, setidaknya ia harapkan badannya bisa lebih diam dari pikirannya, itulah yang terbaik bagi orang yang dalam persembunyian. Namun nyatanya, badan ini bergerak tak menentu, sedikit geseran, terkadang hentakan kecil, atau sedesah napas panjang. Tak sengaja ia mematahkan beberapa helai daun dari bantalannya yang rapuh, entah kenapa Lubdaka tiba-tiba memandangi daun-daun yang terjatuh ke mata air itu. Riak-riak mungil tercipta ketika helaian daun itu menyentuh ketenangan yang terdiam sebelumnya. Ia memperhatikan riak-riak itu, namun ia tak dapat memikirkan apapun. Beberapa saat kemudian, riak-riak menghilang dan hanya menyisakan bayang gelombang yang semakin tersamarkan ketika masuk ke dalam kegelapan. Ia memetik sehelai daun lagi dan menjatuhkannya, kembali ia menatap, dan entah kenapa ia begitu ingin menatap. Ia memperhatikan dirinya, bahwa ia mungkin bisa tetap terjaga sepanjang malam, jika ia setiap kali menjatuhkan sehelai daun, dan mungkin ia bisa menyingkirkan ketakutannya, setidaknya karena ia akan tetap terjaga, itulah yang terpenting saat ini.
Lubdaka – si pemburu, kini menjadi pemetik daun, guna menyelamatkan hidupnya. Ia memperhatikan setiap kali riak gelombang terbentuk di permukaan air akan selalu riak balik, mereka saling berbenturan, kemudian menghilang kembali. Hal yang sama berulang, ketika setiap kali daun dijatuhkan ke atas permukaan air, sebelumnya ia melihat itu sepintas lalu setiap kali ia berburu, baru kali ia mengamati dengan begitu dekat dan penuh perhatian, bahwa gerak ini, gerak alam ini, begitu alaminya. Sebelumnya, ia mengenang kembali, ketika ia berburu, yang selalu ia lihat adalah si mangsa, dan mungkin si mara bahaya, namun tak sekalipun ia sempat memperhatikan hal-hal sederhana yang ia lalui ketika ia berburu. Lubdaka hanya ingat, bahwa di rumahnya, ada keluarga yang bergantung pada buruannya, dan ia hanya bisa berburu, itulah kehidupannya, itulah keberadaannya.
Ia terlalu sibuk dalam rutinitas itu, ya… sesaat ia menyadari bahwa hidup ini seakan berlalu begitu saja, ia bahkan tak sempat berkenalan dengan sang kehidupan, karena ia selalu sbuk lari dari si kematian, ia berpikir apakah si kematian akan datang ketika si kelaparan menyambanginya, ataukah si kematian akan berkunjung ketika si mara bahaya menyalaminya ketika ia lalai. Semua yang ia lakukan hanyalah sebuah upaya bertahan hidup. Ia tak tahu apapun selain itu, mungkin ia mengenal mengenal kode etik sebagai seorang pemburu, dan aturan moralitas atau agama, namun semua itu hanya sebatas pengetahuan, di dalamnya ia melihat, bahwa dirinya ternyata begitu kosong dan dangkal. Keberadaannya selama ini, adalah identitasnya sebagai seorang pemburu, ia tak mengenal yang lainnya.
Sesekali ia memetik helai demi helai, dan menatap dengan penuh, kenapa ia tak menyadari hal ini sebelumnya, ia bertanya pada dirinya, ia melihat kesibukan dan rutinitasnya telah terlalu menyita perhatiannya. Dalam kehinangan malam, dan sesekali riak air, ia bisa mendengar sayup-sayup suara malam yang terhantarkan bagai salam oleh sang angin, ia pun terhenyak, sekali lagi, ia tak pernah mendengarkan suara malam seperti saat ini, biasanya ia telah terlelap setelah membenahi daging buruannya dan santap malam sebagaimana biasanya.
Terdengar lolongan srigala yang kelaparan tak jauh dari tempatnya berada, secara tiba-tiba ia mengurungkan niatnya memetik daun. Jantungnya mulai berdegup kencang, Lubdaka tahu, pikirannya berkata bahwa jika ia membuat sedikit saja suara, si pemilik lolongan itu bisa saja menghampirinya, dan bisa jadi ia akan mengajak serta keluarga serta kawan-kawannya untuk menunggu mangsa lesat di bawah pohon, walau hingga surya muncul kembali di ufuk Timur. Ia berusaha memelankan napasnya, dan menjernihkan pikirannya. Walau ia dapat memelankan napasnya, namun pikirannya telah melompat ke beberapa skenario kemungkinan kematiannya dan bagaimana sebaiknya lolos dari semua kemungkinan itu. Beberapa saat kemudian, ketenangan malam mulai dapat kembali padanya. Ia mendengarkan beberapa suara serangga malam, yang tadi tak terdengar, ah… ia ingat, ia terlalu ketakutan sehingga sekali lagi tak memperhatikan. Sebuah helaan napas yang panjang, ia masih hidup, dan memikirkan kembali bagaimana ia berencana untuk lolos dari kematian yang terjadi, ia pun tersenyum sendiri, ia cukup aman di sini. Namun Lubdaka melihat mulai melihat sesuatu dalam dirinya, yang dulu ia pandang sambil lalu, sesuatu yang yang ia sebut ketakutan. Lubdaka menyadari bahwa ia memiliki rasa takut ini di dalam dirinya, sesuatu yang bersembunyi di dalam dirinya, ia mulai melihat bahwa ia takut terjatuh dari pohon, ia takut dimangsa hewan buas, bahkan ia takut jika tempat persembunyiannya disadari oleh hewan-hewan yang buas, ia takut tak berjumpa lagi dengan keluarganya. Setidaknya ia tahu saat ini, ia berada di atas sini, karena takut akan tempat yang di bawah sana, tempat di bawah sana mungkin akan memberikan padanya apa yang disebut kematian. Dan ketakutan ini begitu mengganggunya.
Ia kembali memetik sehelai daun dan menjatuhkannya ke mata air, namun secara tak sadar oleh kegugupannya, ia memetik sehelai daun lagi dengan segera, secepat itu juga ia sadar bahwa tangannya telah memetik sehelai daun terlalu cepat. Ia memandangi helaian daun itu, di sinilah ia melihat sesuatu yang sama dengan apa yang ia takutkan, ia melihat dengan jelas sesuatu pada daun itu, sesuatu yang disebut kematian. Daun yang ia pisahkan dari pohonnya kini mengalami kematian, namun daun itu bukan hewan atau manusia, ia tak bisa bersuara untuk menyampaikan apa yang ia rasakan, ia tak dapat berteriak atau menangis kesakitan, ia hanya … hanya mati, dan itulah apa yang si pemburu lihat ketika itu.
Selama ini Lubdaka selalu melihat hewan-hewan yang berlari dari kematiannya dan yang menjerit kesakitan ketika kematian yang dihantarkan sang pemburu tiba pada mereka, Lubdaka telah mengenal sisi kematian sebagai suatu yang menyakitkan, dan kengerian yang timbul dari pengalamannya akan saksi kematian, telah menimbulkan ketakutan di dalam dirinya. Ia melihat ia sendiri telah menjadi buruan akan rasa takutnya. Lubdaka telah melihat bentuk kematian di luar sana, termasuk yang kini dalam kepalan tangannya, ia kini masuk ke dalam dirinya, dan ingin melihat kematian di dalam dirinya, namun semua yang ia temukan hanyalah ketakutan akan kematian, ketakutan yang begitu banyak, namun si kematian itu sendiri tak ada, tak nyata kecuali bayangan kematian itu sendiri. Lubdaka pun tersenyum, aku belum bertemu kematian, yang menumpuk di sini hanyalah ketakutan, hal ini begitu menggangguku, aku tak memerlukan semua ini. Lubdaka melihat dengan nyata bahwa ketakutannya sia-sia, ia pun membuang semua itu, kini ia telah membebaskan dirnya dari ketakutan. Ia pun melepas tangkai daun yang mati itu dari genggamanannya, dan jatuh dengan begitu indah di atas permukaan air. Diapun tidak menyadari bahwa malam itu adalah malam Siva (Siva Ratri). Dimana Siva sedang melakukan tapa brata yoga semadi. Barang siapa pada malam itu melakukan brata (mona brata: tidak berbicara, jagra: Tidak Tidur, upavasa: Tidak makan dan minum) maka mereka akan dibebaskan dari ikatan karma oleh Siva.
Ufuk Timur mulai menunjukkan pijar kemerahan, Lubdaka memandangnya dari celah-celah dedaunan hutan, dalam semalam ia telah melihat begitu banyak hal yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Kini ia telah berkenalan dengan kehidupan dan melepas ketakutan-ketakutannya, ia telah mulai mengenal semua itu dengan mengenal dirinya.
Lubdaka begitu senang ia dapat tetap terjaga walau dengan semua yang ia alami dengan kekalutan dan ketakutan, kini sesuatu yang lama telah padam dalam dirinya, keberadaannya begitu ringan, tak banyak kata yang dapat melukiskan apa yang ia rasakan, begitu hening, sehingga ia bisa merasakan setiap gerak alami kehidupan yang indah ini, setiap tiupan yang dibuat oleh angin, dan setiap terpaan sinar yang menyentuhnya. Kini sang pemburu memulai perjalanannya yang baru bersama kehidupan.
Dia menyadari bahwa berburu bukanlah satu-satunya pilihan untuk menghidupi keluarganya. Setelah dia melewati perenungan di malam tersebut, kesadaran muncul dalam dirinya untuk merubah jalan hidupnya. Dia mulai bercocok tanam, bertani hingga ajal datang menjemputnya.
Saat dia meninggal, Atmanya (Rohnya) menuju sunia loka, bala tentara Sang Suratma (Malaikat yang bertugas menjaga kahyangan) telah datang menjemputnya. Mereka telah menyiapkan catatan hidup dari Lubdaka yang penuh dengan kegiatan Himsa Karma (memati-mati). Namun pada saat yang sama pengikut Siva pun datang menjemput Atma Lubdaka. Mereka menyiapkan kereta emas. Lubdaka menjadi rebutan dari kedua balatentara baik pengikut Sang Suratma maupun pengikut Siva. Ketegangan mulai muncul, semuanya memberikan argumennya masing-masing. Mereka patuh pada perintah atasannya untuk menjemput Atma Sang Lubdaka.
Saat ketegangan memuncak Datanglah Sang Suratma dan Siva. Keduanya kemudian bertatap muka dan berdiskusi. Sang Suratma menunjukkan catatan hidup dari Lubdaka, Lubdaka telah melakukan banyak sekali pembunuhan, sudah ratusan bahkan mungkin ribuan binatang yang telah dibunuhnya, sehingga sudah sepatutnya kalo dia harus dijebloskan ke negara loka.
Siva menjelaskan bahwa; Lubdaka memang betul selama hidupnya banyak melakukan kegiatan pembunuhan, tapi semua itu karena didasari oleh keinginan/niat untuk menghidupi keluarganya. Dan dia telah melakukan tapa brata (mona brata, jagra dan upavasa/puasa) salam Siva Ratri/Malam Siva, sehingga dia dibebaskan dari ikatan karma sebelumnya. Dan sejak malam itu Dia sang Lubdaka menempuh jalan hidup baru sebagai seorang petani. Oleh karena itu Sang Lubdaka sudah sepatutnya menuju Suarga Loka (Sorga). Akhirnya Sang Suratma melepaskan Atma Lubdaka dan menyerahkannya pada Siva. (Kisah ini adalah merupakan Karya Mpu Tanakung, yang sering digunakan sebagai dasar pelaksanaan Malam Siva Ratri).
Di malam Siva Ratri ada tiga brata yang harus dilakukan:
1. Mona: Tidak Berbicara
2. Jagra: Tidak Tidur
3. Upavasa: Tidak Makan dan Minum
Siva Ratri datang setahun sekali setiap purwani Tilem ke-7 (bulan ke-7) tahun Caka.